Kita sebagai masyarakat Indonesia mengetahui bahwa negara kita Indonesia memiliki ragam budaya yang berbeda , hal tersebut membuat negara kita Indonesia menjadi negara yang kaya akan kebudayaannya. Warisan budaya yang terdapat di Indonesia sendiri merupakan peninggalan dari leluhur dan nenek moyang bangsa Indonesia. Warisan budaya diartikan sebagai produk atau hasil budaya fisik dari tradisi-tradisi yang berbeda-beda dan prestasi-prestasi spiritual dalam bentuk nilai dari masa lalu yang menjadi elemen pokok dalam jati diri suatu kelompok atau bangsa. ( Davidson 1991 : 2 ). Jadi warisan budaya merupakan hasil budaya fisik ( tangible ) dan nilai budaya ( intangible ).
Biasanya nilai budaya dari masa lalu ( intangible heritage ) berasal dari budaya-budaya local yang ada di nusantara seperti : cerita rakyat, bahasa ibu, tradisi sejarah lisan, kreativitas ( tari, lagu, drama pertunjukan ), kemampuan beradaptasi dan keunikan masyarakat setempat ( Galla, 2002 : 12 ). Local disini tidak bermaksud pada wilayah geografis, khusunya kabupaten/ Kota, dengan batas-batas administrative yang jelas, tetapi lebih mengacu pada wilayah budaya yang seringkali melebihi wilayah administratif dan juga tidak mempunyai garis perbatasan yang tegas dengan wilayah budaya lainnya. Kata budaya lokal juga bisa mengacu pada budaya milik penduduk asli (inlander) yang telah dipandang sebagai warisan budaya. Berhubung pelaku pemerintahan Republik Indonesia adalah bangsa sendiri, maka warisan budaya yang ada menjadi milik bersama. Ini berbeda situasinya dengan Negara Australia dan Amerika yang warisan budayanya menjadi milik penduduk asli secara eksklusif sehingga penduduk asli mempunyai hak untuk melarang setiap kegiatan pemanfaatan yang akan berdampak buruk pada warisan budaya mereka (Frankel, 1984).
Warisan budaya fisik (tangible heritage) sering diklasifikasikan menjadi warisan budaya tidak bergerak (immovable heritage) dan warisan budaya bergerak (movable heritage). Warisan budaya tidak bergerak biasanya berada di tempat terbuka dan terdiri dari: situs, tempat-tempat bersejarah, bentang alam darat maupun air, bangunan kuno dan/atau bersejarah, patung-patung pahlawan (Galla, 2001: 8). Warisan budaya bergerak biasanya berada di dalam ruangan dan terdiri dari: benda warisan budaya, karya seni, arsip, dokumen, dan foto, karya tulis cetak, audiovisual berupa kaset, video, dan film (Galla, 2001: 10).
Pasal 1 the World Heritage Convention membagi warisan budaya fisik menjadi 3 kategori, yaitu monumen, kelompok bangunan, dan situs (World Heritage Unit, 1995: 45). Yang dimaksud dengan monument adalah hasil karya arsitektur, patung dan lukisan yang monumental, elemen atau struktur tinggalan arkeologis, prasasti, goa tempat tinggal, dan kombinasi fitur-fitur tersebut yang mempunyai nilai penting bagi sejarah, budaya dan ilmu pengetahuan. Sedangkan dengan kelompok bangunan adalah kelompok bangunan yang terpisah atau berhubungan yang dikarenakan arsitekturnya, homogenitasnya atau posisinya dalam bentang lahan mempunyai nilai penting bagi sejarah, budaya dan ilmu pengetahuan. Selanjutnya situs adalah hasil karya manusia atau gabungan dari karya manusia dana lam, wilayah yang mencakup lokasi yang mengandung arkeologis yang mempunyai nilai penting bagi sejarah, estetika, etnografi atau antropologi.
Selain itu pembahasan warisan budaya tercantum dalam pasal 1 Undang-undang Nomor 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya disebut sebagai ‘benda cagar budaya’ yang berupa benda buatan manusia dan benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan, sedangkan lokasi yang mengandung atau diduga mengandung benda cagar budaya disebut ‘situs’ (pasal 2 Undang-undang Nomor 5 tahun 1992). Benda cagar budaya dan situs dipelajari secara khusus dalam disiplin ilmu Arkeologi yang berupaya mengungkapkan kehidupan manusia di masa lalu melalui benda-benda yang ditinggalkannya. Ini berbeda dengan disiplin ilmu Sejarah yang berupaya mengungkapkan kehidupan manusia di masa lalu melalui bukti-bukti tertulis yang ditinggalkannya.
Bangsa Indonesia memiliki beragam wujud warisan budaya local oleh karena itu kita memiliki kesempatan untuk mempelajari budaya local untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi di masa lalu. Ada salah satu masalah dalam kearifan local yaitu seringkali diabaikan, dianggap tidak ada hubungannya dengan masa sekarang ataupun masa depan. Dampak dari hal tersebut adalah warisan budaya yang hilang dimakan usia, terlantar, terabaikan bahkan dilecehkan keberadannya. Padahal banyak bangsa yang mencari-cari tentang sejarahnya dari tersisanya tinggalan sejarah dan warisan budayanya yang jumlahnya sedikit. Sedangkan kita bangsa Indonesia yang kaya akan warisan budaya justru mengabaikan aset budaya yang tidak ternilai tersebut.
Bangsa Indonesia memiliki jejak sejarah yang panjang sehingga bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman budaya local maka dari itu kita saharusnya sebagai warga negara Indonesia harus melestarikan warisan budaya kita. Melestarikan tidak berarti bahwa harus awet dan tidak punah tetapi melestarikan berarti memelihara untuk jangka waktu yang panjang. Jadi upaya pelestarian warisan budaya lokal berarti upaya memelihara warisan budaya lokal untuk waktu yang sangat lama.
Dikarenakan upaya pelestarian merupakan upaya memlihara untuk jangka waktu yang lama maka perlu juga dikembangkan pelestarian sebagai upaya yang berkelanjutan ( sustainable ). Jadi bukan pelestarian yang hanya bersifat sesaat, berbasis proyek, berbasis donor dan elitis ( tanpa akar yang kuat di masyarakat ). Pelestarian budaya tidak dapat bertahan dan berkembang jika tidak didukung dan dibantu oleh masyarakat luas dan tidak menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Para pakar pelestarian harus turun dalam membantu masyarakat untuk mengenal dan membantu melestarikan budaya. Pelestarian jangan hanya tinggal dalam buku tebal disertasi para doktor, jangan hanya diperbincangkan dalam seminar para intelektual di hotel mewah, apalagi hanya menjadi hobi para orang kaya. Pelestarian harus hidup dan berkembang di masyarakat. Pelestarian harus diperjuangkan oleh masyarakat luas (Hadiwinoto, 2002: 30).
Singkatnya pelestarian dapat berjalan dengan lancar jika berbasis pada kekuatan local, kekuatan swadaya. Karenanya sangat diperlukan penggerak, pemerhati, pecinta dan pendukung dari masyarakat. Untuk itu perlu ditumbuhkembangkan motivasi yang kuat untuk ikut tergerak berpartisipasi melaksanakan pelestarian, antara lain:
1. Motivasi untuk menjaga, mempertahankan dan mewariskan warisan budaya yang diwarisinya dari generasi sebelumnya;
2. Motivasi untuk meningkatkan pengetahuan dan kecintaan generasi penerus bangsa terhadap nilai-nilai sejarah kepribadian bangsa dari masa ke masa melalui pewarisan khasanah budaya dan nilai-nilai budaya secara nyata yang dapat dilihat, dikenang dan dihayati;
3. Motivasi untuk menjamin terwujudnya keragaman atau variasi lingkungan budaya;
4. Motivasi ekonomi yang percaya bahwa nilai budaya local akan meningkat bila terpelihara dengan baik sehingga memiliki nilai komersial untuk meningkatkan kesejahteraan pengampunya; dan
5. Motivasi simbolis yang meyakini bahwa budaya lokal adalah manifestasi dari jatidiri suatu kelompok atau masyarakat sehingga dapat menumbuhkembangkan rasa kebanggaan, harga diri dan percaya diri yang kuat.
Dari penjelasan diatas dapat diketahi bahwa pelestarian budaya lokal juga mempunyai muatan ideologis yaitu sebagai gerakan untuk mengukuhkan kebudayaan, sejarah dan identitas (Lewis, 1983: 4), dan juga sebagai penumbuh kepedulian masyarakat untuk mendorong munculnya rasa memiliki masa lalu yang sama diantara anggota komunitas (Smith, 1996: 68).