PEMILU seperti yang kita ketahui merupakan sebuah wadah untuk menerapkan kedaulatan masyarakat Indonesia dan juga merupakan sebuah lembaga yang bersifat politik, seperti halnya PEMILU yang akan berlangsung pada 2024 ini. Tentu seiring berjalannya waktu dunia politik akan memanas dan berlomba – lomba untuk menunjukan bahwa dirinya pantas sebagai pilihan masyarakat. Terutama terdapat pada partai politik sebagai pendengar aspirasi – aspirasi yang berasal dari rakyatnya yang dapat dirumuskan sebagai usulan kebijakan baru yang lebih sesuai dengan harapan masyarakat. Mendekatnya hari PEMILU ini menimbulkan usul dan saran “dengan tujuan yang lebih baik” dari pada Partai Politik ini, salah satunya adalah Penundaan PEMILU itu sendiri.
Isu itu pertama kali mencuat setelah pernyataan Menteri Investasi/ Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia Pada 9 Januari 2022 silam. Saat itu Bahlil mengklaim sebagian pengusaha berharap pelaksanaan Pemilu 2024 diundur. (Dilansir dari kompas.com) Lantas Bahlil Lahadalia sebagai pengusaha berpendapat bahwa PEMILU sebaiknya diundur karena ia melihat kondisi negara indonesia yang pada saat itu masih berupaya dalam endemi Covid-19, pendapatnya pun tentu menimbulkan pro dan kontra. Namun penundaan PEMILU ini memang tidak bisa dikatakan sebagai pelanggaran hukum karena dengan situasi dan kondisi yang masih dalam tahapan proses pemulihan dari wabah Covid-19, ada kemungkinannya akan dilaksanakan “PEMILU susulan” umumnya PEMILU susuan merupakan sebuah tindakan alternatif pada kegiatan PEMILU yang tidak kunjung dilaksanakan. PEMILU Susulan ini juga tercantum dalam Undang – Undang NO. 7 tahun 2017 Pasal 432 ayat
(1) yang berbunyi:
- Dalam hal di sebagian atau seluruh Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan seluruh tahapan Penyelenggaraan Pemilu tidak dapat dilaksanakan, dilakukan Pemilu susulan.
- Pelaksanaan Pemilu susulan dilakukan untuk seluruh tahapan Penyelenggaraan Pemilu.
Disisi lain, setelah isu penundaan PEMILU sedang ramai diperbincangkan Komnas HAM pun bersuara bahwa lembaga tersebut menilai jika penundaan PEMILU itu benar akan dilakukan maka keberlangsungannya memiliki kemungkinan yang tidak baik, penundaan PEMILU dapat menimbulkan ketidakstabilan politik tidak berhenti disitu, penundaan pemilu ini juga bisa mengganggu keamanan Di Indonesia.
“Ini isu jadi isu yang penting bahwa dengan adanya penundaan pemilu maka berpotensi ini situasinya menjadi tidak stabil, menimbulkan instabilitas politik dan keamanan,” ujar Pramono saat ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (7/3/2023). Dilansir dari Kompas.com dikatakan akan timbulnya ketidakstabilan politik dan keamanan yang meragukan, hal ini mengarah kepada hal seperti kerusuhan massal atas ketidaksetujuan rakyat. Namun isu ini terus berjalan sampai pada 15 maret 2022, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan mempunyai data analisis dari media sosial atau big data yang menghendaki Pemilu 2024 ditunda.Menurut Luhut saat itu, dia mengantongi big data dari 110 juta pengguna media sosial yang menginginkan Pemilu 2024 ditunda. Bahkan sampai beberapa pakar media sosial turun untuk menelusuri big data tersebut yang dimana diklaim oleh Luhut berpendapat bahwa setuju dengan ditundanya PEMILU ini.
Dari pengalaman penulis, bahwasanya yang terjadi dalam media sosial adalah panasnya masyarakat online dari beberapa kubu terhadap isu penundaan PEMILU tersebut karena sebagian besar dari mereka tanpa pikir panjang menganggap penundaan PEMILU ini merupakan permainan politik dalam perpanjang masa jabatan presiden Republik Indonesia.
Gugatan Prima, Mahfud MD selaku Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan menyalahkan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat bermain memutus tahapan penundaannya PEMILU tersebut. Menurut Mahfud, tidak semestinya hakim yang bertugas di pengadilan negeri memutuskan rumusan masalah administrasi yang ada di dalam naungan kewenangan pengadilan tata usaha negara. Namun di lain sisi Prima tidak tahu menahu perihal Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak dapat atau memiliki wewenang untuk mengadili perkara sengketa Pemilihan Umum. namun dari pihak Prima pun sudah melakukan/mengajukan permohonan dalam melawan hukum namun pihak KPU pun tidak bertindak secara profesional, Agus Jabo Priyono selaku ketua umum Partai Prima mengatakan bahwa partai prima sudah berusaha untuk mencari keadilan melalui lembaga – lembaga yang diatur dengan undang – undang namun hasilnya pun sia – sia. Walau sebenarnya tujuan utama Partai Prima tersebut adalah untuk mengikuti atau meminta hak untuk ikut berpolitik dalam proses pemilihan umum tersebut.
Bambang Soesatyo atau Bamsoet selaku Ketua MPR pun angkat bicara juga soal isu penundaan PEMILU tersebut, ungkapnya tidaklah mudah untuk melaksanakan sidang istimewa MPR. Namun Basmoet pun menambahkan juga bahwa pemilu ditunda juga tidak bergantung dari pada keputusan – keputusan yang dibuat oleh para partai politik. Lantas, MPR juga tidak memiliki kewenangan untuk pemutusan penundaan PEMILU. “Hal ini (penundaan PEMILU) mungkin akan terjadi, namun kemungkinannya masih 50/50” ungkapnya. Jika memang masih ada pihak yang ingin menunda pemilu dan perpanjang mas jabatan presiden jalan yang akan dilalui adalah sidang istimewa MPR itu sendiri.